ACEHFOOTBALL.net — Ingatkah Anda dengan “Salah Asuhan”? Sebuah novel karya Abdoel Moeis yang diterbitkan tahun 1928 oleh Balai Pustaka. Novel yang terbit di Hindia Belanda dianggap sebagai karya Sastra Indonesia modern terbaik sepanjang masa.
Bercerita tentang anak muda bernama Hanafi yang menikah dengan Rapiah sebagai balas jasa mamaknya, Sutan Batuan, yang membantu biaya sekolah Hanafi. Tapi, Hanafi tak cinta lalu menceraikan Rapiah, dan menikah dengan Corrie du Busse, wanita Indo-Prancis.
Kehidupan rumah tangga Hanafi-Corrie tak berjalan mulus. Setelah sering cekcok, Corrie pergi ke Semarang dan meninggal karena kolera. Hanafi sangat menyesal dan pulang ke Solok. Ia pun meninggal dalam penyesalan.
Seperti itu pula catatan perjalanan sepakbola Indonesia dalam 30 tahun terakhir setelah juara Sea Games 1991. Pondasi yang dibangun rapuh. Pola pikir instan, melupakan pembinaan. Kompetisi profesional penuh masalah.
Kolamnya kotor. Bibit potensial (pemain muda) tak bisa hidup sehat dalan ekosistem yang tidak sehat. Bukan berkembang, malah tertular virus. Kompetisi asal meriah, asal joged. Menghalalkan berbagai cara. Menepikan sportifitas, fairplay. Bak katak dalam tempurung. Pola pikir instan mengakar mulai dari pembina, pengelola klub. Lalu, menular sampai pemain bahkan suporter.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) misalnya. Alih-alih menjalankan pembinaan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005, mereka justeru bangga sebagai pembuka jalan naturalisasi.
Selalu tampil terdepan sebagai lembaga yang paling berjasa dalam proses naturalisasi. Pengurus federasi (baca: PSSI), sibuk dengan target yang dicanangkan di setiap event dengan melupakan persiapan.
Pengelola klub lebih suka membeli barang jadi daripada membangun akademi. Semua nyaris tak memberikan motivasi dan edukasi bagaimana menciptakan pemain berkualitas lewat nutrisi sejak usia dini.
BACA JUGA: Diari Akmal: Perlu Edukasi Nutrisi Sejak Dini
Bahkan, demi ambisi kadang menitipkan pemain dan mencuri umur. Revolusi budaya dan mindset perlu dilakukan untuk memperbaiki pondasi. Potong satu generasi (cara pandang) di semua elemen sepakbola nasional bila ingin berprestasi.
Bola kita butuh generasi baru. Berani?
***
Diari Akmal adalah nama rubrik baru di acehfootball, yang tak lain catatan pribadi Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer (SOS). Bung Akmal, tak keberatan, postingannya di Instagram @akmalmarhali20 ditayangkan lebih luas pada situs ini.
—–
Komentar