ACEHFOOTBALL.net — Terkait disiplin, pola latihan fisik yang keras dan kritik pedas terkait prinsip dasar bermain sepakbola, nutrisi dan semangat juang yang dilontarkan pelatih Timnas Indonesia Shin Tae Yong sejatinya bukan hal baru.
Sejarah mencatat pelatih Timnas lain bahkan lebih kejam dan sadis. Hanya terlupakan generasi milenial alias netijen. Mulai dari Antun “Toni” Pogacnik, Wiel Coerver, Anatoli Polosin, Ivan Kolev, Wim Rijsbergen, dan Luis Manuel Blanco. Ada yang didukung pengurus PSSI dan akhirnya sukses, ada yang dikorbankan karena memanjakan pemain.
Kolev mencoret striker Zaenal Arif sehari jelang laga terakhir penyisihan Grup Piala Asia 2007 vs Korea Selatan karena indisipliner. Wim ditolak para pemain senior karena kritiknya sangat pedas. Luis Blanco paling tragis. Baru melatih langsung dipecat. Blanco menggembleng fisik pemain dengan cara ekstrem. Pemain sempat mogok latihan. Blanco mencoret 14 pemain. PSSI membela pemain dan memecat Blanco.
Bicara soal “kekejaman” saat melatih STY masih kalah dibanding Anatoli Fyodorich Polosin, lahir di Moskow, #Rusia (dahulu Uni Soviet) 30 Agustus 1935 dan wafat di usia 62 tahun, 11 September 1997 di Moskow. Polosin terkenal dengan konsep Shadow Football.
Pada dasarnya, metode “Shadow Football” adalah pelatihan bola tanpa bola, yang lebih difokuskan pada penempaan fisik, stamina dan insting para pemain. Dalam pelatihan ini, pemain harus fokus pada jari tangan pelatih, yang dianggap sebagai bola. Kemana jari pelatih menunjuk, disitulah pemain harus bergerak.
Meski tanpa bola, tim pelatih nyatanya sanggup menghitung berapa sentuhan “bola” yang dilakukan setiap pemainnya. Hampir tiga bulan lamanya para pemain timnas era pelatih Anatoli Polosin ditempa model pelatihan “Shadow Football”.
Banyak pemain berlabel bintang seperti Ansyari Lubis, Fachri Husaini, Jaya Hartono, dan Eryono Kasiba yang mundur karena tak sanggup dengan metode latihan fisiknya. Banyak pemain yang sampai muntah dan kabur dari pelatnas. Satgas Pelatnas kala itu, Kuntadi Djalana sempat memperdebatkannya.
Latihan sehari tiga kali. Pagi, siang, dan sore naik gunung. Kashartadi sempat menangis. Katanya, “Bal-balan opo iki kok pakai naik gunung segala”. Singgih Pitono dan Miki Tata selalu berada di barisan terakhir karena sampai terkentut-kentut.
Latihan fisik selama 3 bulan melebihi latihan militer seperti yang pernah dilakukan timnas Garuda I dan II. Dari 57 pemain pelatnas SEA Games 1991, banyak yang menyerah. Hasil ujicoba pun buruk. Jadi lumbung gol Cina U-23, Mesir, Korsel, Malta, dan Austria di Presiden Cup. Kebobolan 17 gol dan hanya mencetak 1 gol. Tapi, di Sea Games 1991 permainan Menggila dan Juara!.
***
Diari Akmal adalah nama rubrik baru di acehfootball, yang tak lain catatan pribadi Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer (SOS). Bung Akmal, tak keberatan, postingannya di Instagram @akmalmarhali20 ditayangkan lebih luas pada situs ini.
Komentar