ACEHFOOTBALL — Seorang wasit yang sedang memimpin pertandingan resmi sepak bola profesional melarikan diri meninggalkan lapangan ketika pertandingan belum berakhir.
Itulah yang terjadi di Stadion Di Murthala Lampineung Banda Aceh, Sabtu 3/9) malam saat pertandingan Persiraja menghadapi PSBL Langsa dalam partai pamungkas Indonesia Soccer Championship (ISC) Seri B Tahun 2016.
Kerasnya pertandingan akhirnya terhenti di menit 84. Ketika itu, tuan rumah Persiraja untuk sementara unggul 1-0. Insiden yang membuat sang pengadil melarikan diri, bermula dari perebutan bola antara pemain PSBL Langsa dengan Persiraja di sayap kanan pertahanan tuan rumah.
Saat itu, punggawa Persiraja terjatuh dan bola dalam penguasaan pemain PSBL yang ingin melanjutkan serangan. Tapi, wasit Arnando asal Padang, Sumatera Barat, meniup peluit tanda pelanggaran.
Tentu saja, keputusan sang pengadil membuat pemain PSBL tersulut emosi. “Pemain tuan rumah yang melakukan pelanggaran, tapi pemain kami yang diberi kartu kuning. Keputusan wasit ikut menyulutkan emosi anak-anak Langsa,” kata asisten pelatih PSBL.
Makanya, Rizaldi dkk memprotes. Melihat kondisi itu, wasit memilih mundur perlahan. Tiba-tiba saja, ia melarikan diri ke arah pintu keluar yang dijaga pihak keamanan. Pemain PSBL berusaha mengejarnya, tapi dihalangi petugas.
Pada akhirnya pertandingan tidak dilanjutkan dengan alasan tidak kondusif. Dengan keputusan itu, PSBL kalah dan gagal melaju ke Babak 16 Besar ISC Seri B 2016.
Pertama, kita ingin mengatakan wasit yang melarikan diri dengan meninggalkan lapangan dan dua kesebelasan yang seharusnya sedang bertanding, adalah tindakan yang tidak profesional atau bahkan tidak bertanggung jawab. Yang kedua, terhadap keputusan yang dinilai kontroversial dan merugikan PSBL, pasukan Langsa tentu masih bisa protes atau bahkan menempuh jalur hukum.
Sebab, sesungguhnya semua pihak yang terlibat dalam pertandingan atau kompetisi sepak bola harus bersikap dan membuat keputusan yang fair. Jadi, tuntutan “fair play” itu bukan cuma kepada pemain, tapi juga kepada wasit, komisi pertandingan, dan lain-lain.
Lalu, kita juga ingin mengingatkan, kasus wasit melarikan diri memang tak lazim, apalagi pemrotes belum sempat bertindak anarkis. Akan tetapi, kita juga bisa maklum, bahwa wasit-wasit sekarang memang sudah lebih hati-hati dan antisipatif.
Apalagi, setelah pada 7 Agustus lalu, seorang wasit yang sedang memimpin pertandingan resmi di Stadion Sleman Yogyakarta, dipukuli bahkan diinjak-injak pemain yang tak senang atas keputusan sang wasit.
Perlakuan yang sangat tak manusiawi sekaligus tak menjujung tinggi sportifitas itu, tentu sangat membebani wasit-wasit sepak bola sekarang ini. Dan, karena itu pula mungkin wasit asal Padang di Stadion Di Murthala itu memilih mengambil “langkah seribu.”
Tapi, kepemimpinan wasit-wasit dalam banyak kompetisi sepak bola di Indonesia memang masih menjadi pemicu masalah. Keterlibatn wasit acap disebut ketika ada perbincangan kasus suap dan pengaturan skor dalam setiap pertandingan sepak bola.
Sumber: Serambi Indonesia
Komentar