Kendati Piala Dunia sudah berakhir, tapi bagi saya masih punya catatan unik bin menarik. Selain tentang karakter skuat Prancis itu sendiri, juga ada sosok Paul Pogba, N’Golo Kante dan Kylian Mbappe. Untuk pertama ini saya ingin memulai dengan teritori Prancis sebagai kawasan adibudaya.
***

Bicara Prancis atau nama resminya République Française (Republik Prancis) adalah negara yang menurut saya unik bin menarik. Negara kaya ini punya pulau hingga ke seberang lautan. Teritori metropolitannya terletak di Eropa Barat, Amerika Utara, Karibia, Amerika Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Antartika.
Menurut Wikipedia Prancis Metropolitan memanjang dari Laut Mediterania hingga Selat Inggris dan Laut Utara, dan dari Rhine ke Samudera Atlantik. Orang Prancis sering menyebut Perancis Metropolitan sebagai “L’Hexagone” (“Heksagon”) karena bentuk geometris teritorinya. Prancis adalah sebuah republik kesatuan semi-presidensial. Prancis Metropolitan menempati wilayah seluas 547.030 kilometer persegi (211.209 sq mi), wilayah negara terluas di antara semua anggota Uni Eropa dan sedikit lebih besar dari Spanyol.
Untuk diketahui, Prancis pada dasarnya adalah negara kaya kultur dan etnis karena banyaknya imigran yang datang dari belahan lautan. Maklum saja, yang namanya imigran sudah barang tentu identik dengan kemiskinan. Dan pada umumnya, imigran ini punya isi dompet yang kurang sejahtera. Karena itu, mereka sulit memberikan pendidikan yang layak buat anak masing-masing.
Kendati Negara yang bermoto: Liberté, Égalité, Fraternité (Kebebasan, Keadilan, Persaudaraan) ini, pasa masanya, keberadaan kaum imigran menimbulkan pro kontra. Sepertinya, sepakbola-lah yang mengubah segalanya. Terbukti, sejak keberhasilan Prancis menjadi juara dunia 1998, segalanya berobah. Masa itu itu Les Bleus berisikan pemain-pemain multi etnis, seperti Zinedine Zidane, gelandang berdarah Aljazair, Lilian Thuram (Guadeloupe), Marcel Desailly (Ghana), Patrick Vieira (Senegal), lalu ada Thierry Henry, Christian Karembeu dan lainnya.
Saat itu, Zidane dan kolega sukses menggulung Brasil tiga gol tanpa balas di partai puncak yang diselenggarakan di Stade de France, markas kebesaran mereka. Saat itu saya baru menjadi wartawan di Aceh Ekspres yang bermarkas di bilangan Simpang Lima, Banda Aceh. Untuk ‘merayakan’ keberhasilan itu saya membuat satu tulisan kolom di halaman olahraga dengan judul Prancis, cis, cisss. Ternyata itu sudah 20 tahun lalu.
Kini, Prancis kembali menjadi juara dunia. Kali ini saya menulis di #Steemit. Ini juga bagian dari merayakan kemenangan tersebut. Karena dan ternyata, di Piala Dunia kali ini juga, mayoritas pemain di tim Ayam Jantan berasal dari generasi kedua imigran atau dengan kata lain pemain yang lahir di Prancis tapi orang tuanya berasal dari luar negara tersebut. Setidaknya ada 15 pemain yang di antaranya punya dua paspor. Kylian Mbappe contohnya. Dia lahir di kota Paris dari ayah Kamerun dan ibu seorang Aljazair. Kebangsaan keduanya ialah Kamerun.
Selain dia, ada Paul Pogba, Benjamin Mendy, N’Golo Kante, Alphonse Areola, Steven Nzonzi dan Presnel Kimpembe. Nah tujuh pria itu lahir di Ile-de-France atau biasa disebut Region Parisienne, region yang mencakup delapan kota administratif termasuk kota Paris. Di luar nama-nama beken itu, ada Blaise Matuidi, pemain yang pernah tinggal di Paris semasa kecil. Ia lahir di Kota Toulouse, Matuidi cilik tumbuh di Fontenaysous-Bois.
Menurut Sensus pada 2006, sebanyak 35 persen penduduk Ile-de-France adalah imigran atau lahir dari orang tua imigran. Untuk diketahui, sudah pasti ekonomi kaum ‘pendatang’ itu pas-pasan. Salah satu cara agar para imigran selamat menetap di negara tujuan adalah dengan mendorong anak-anak mereka berprestasi di olahraga, termasuk sepakbola. Sebab sepakbola adalah milik segala bangsa. Sepakbola juga bisa mengangkat derajat sosial seseorang. Atau seperti kata Robert Dennis “Danny” Blanchflower. Football is about glory. “Sepak bola itu tentang kejayaan, kemuliaan, dan keagungan.”
Makanya tak mengherankan bila kemudian, cukup banyak pemain dari berbagai ras menghiasi kancah sepakbola Prancis (Legue 1) dan juga liga-liga lain di Eropa. Prancis sebagai negara yang mengusung Liberté, Égalité, Fraternité itu layak memetik hasil manis dari ‘pohon’ imigrasi di Negaranya yang terus tumbuh dalam 20 tahun terakhir. Kudos