Oleh Hanif Marjuni (Media and Public Relation LIB)
SEPULUH atau sembilan bulan yang lalu, prediksi soal tim yang bakal promosi ke Liga 1 2020 sudah bermunculan. Banyak yang menyebut, tim Liga 2 2019 sekelas Sriwijaya FC, Mitra Kukar, dan PSMS Medan akan dengan mudah beranjak ke strata tertinggi itu.
Alasannya sederhana. Mereka sudah berpengalaman. Selain telah paham dengan lika-liku di Liga 1, materi pemain dari tim-tim tradisional itu sudah sangat mumpuni. Malah, beredar rumor bahwa standar gaji dari tim sekelas Sriwijaya FC dan Mitra Kukar, selevel dengan klub Liga 1 2019. Bukan lagi sekelas kontestan Liga 2.
Apa lacur, prediksi ternyata tak seindah fakta. Dalam perjalanannya, tim-tim itu sempat bersaing untuk bisa merebut tiket ke babak 8 besar Liga 2 2019. Tapi, akhirnya terpental. Target promosi pun, sirna. Sadis, bos!
Harus diakui, nama besar dan materi berkelas, ternyata belum cukup. Tengok apa yang dilakukan tiga kontestan yang sanggup promosi ke Liga 1 2020. Persik Kediri, Persita Tangerang, dan Persiraja Banda Aceh.
Persita memang punya beberapa pemain yang sarat berpengalaman. Di antaranya Muhammad Roby, Amarzukih atau Egy Melgiansyah. Di titik ini, duit Persita memang mumpuni.
Tapi beda kasus dengan Persik dan Persiraja. Sebagian besar adalah pemain mereka berstatuskan kurang dikenal atau cuma pemain muda.
Lantas apa yang membuat Persik dan Persiraja bisa promosi? Ini bukan cerita seribu malam. Bukan pula dongeng bim salabim.
Manajemen kedua tim, sempat bercerita panjang soal kesuksesan mereka bisa promosi ke Liga 1 2020. Intinya, torehan itu tak bisa instan. Penuh drama, menguras tenaga, pikiran dan satu hal non teknis yang selalu menjadi kiblat mereka; berserah diri.
Persik pantas diacungi jempol. Dua musim lalu, mereka masih berada di Liga 3. Karena itu, ketika mereka dipastikan promosi ke Liga 2 2019, materi pemainnya, juga tak muluk. Dicari pemain muda yang bisa dibentuk untuk bersaing di kasta kedua. Soal harga, tentu terjangkau. Tak ada yang berbanderol mahal.
Gayung bersambut. Bukan melulu soal aspek teknis yang ditekankan manajemen Persik. Namun tambahannya pada attitude yang loyalis, pride, dan kepercayaan diri.
“Awalnya kami hanya ingin bertahan. Tapi ternyata punya kans untuk promosi. Ya sudah, telanjur masuk (8 besar, Red), sekalian kami maksimalkan sampai batas terakhir,” terang Beny Kurniawan, manajer Persik saat saya menemuinya, medio November 2019 lalu. “Kami terus melakukan pedekatan ke pemain. Psikologis kami perhatikan.”
Hal yang nyaris sama juga dilakukan manajemen Persiraja. Mereka meyadari, sejatinya tak punya pemain-pemain berpengalaman untuk bersaing dengan kontestan Liga 2 2019 lainnya yang lebih berkantong tebal.
Karena itu, mereka hanya mengandalkan semangat fanatisme sebagai tim paling ujung di negeri ini. Kedekatan antara manajemen dengan pemain pun, sebagai salah satu kuncinya.
“Semua pemain bisa whatsupp kepada saya. Kami ibarat abang dan adik,” jelas Nazaruddin Dek Gam, Presiden Persiraja Aceh. “Dari hati ke hati, saya ajak ngobrol semua pemain. Pada saat tampil di final Liga 2 2019 lalu, kami mengingatkan kepada pemain, kalian tampil dengan lambang di dada.”
Kini, kedua tim sudah naik kasta. Kurang lebih tiga bulan lagi, Persik dan Persiraja akan bersaing di strata tertinggi. Pertanyaannya, menghadapi deretan lawan Liga 1 2020 yang tangguh, apakah mereka akan menerapkan jurus yang sama? Pendekatan psikologis pemain akan menjadi senjata mujarab untuk melumat pesaing yang rata-rata berteknik tinggi?
Entahlah, keduanya pasti sudah punya skala prioritas. Agar tak cuma numpang lewat di kasta tertinggi, tak cukup hanya mengandalkan mental dan semangat kedaerahan. Ada aspek lain yang kudu dipersiapkan dengan matang dan jeli. Semoga..
Tulisan ini disadur dari situs LIB dengan judul Persik Dan Persiraja, Setali Tiga Uang
Komentar